BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG.
wilayah pesisir menurut UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat
dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Kewenangan untuk
pengelolaan laut dan sumberdaya pesisir yang terbentang antara 12 mil batas wilayah
perairan sampai dengan 200 mil Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia tetap berada
di pemerintah pusat. Sejalan dengan pemberian perluasan kewenangan kepada
kabupaten/kota dan provinsi untuk mengelola sumberdaya laut dan daratan dalam
wilayah hukum mereka, Undang-Undang 22/99 dan 25/99 tentang pembagian
pendapatan (sebagaimana diperbaiki dalam UU 32/2004) juga meningkatkan peluang
bahwa sumberdaya alam dapat dieksploitasi oleh pemerintah lokal untuk keuntungan
ekonomi jangka pendek. Untuk memberikan arahan bagi Pemerintah Daerah bagi
pengalokasian dan penggunaan sumberdaya, perlu adanya suatu kerangka kerja dan
kebijakan resmi serta prosedurnya. Sebagai tambahan, praktek-praktek tata
pemerintahan yang baik berdasarkan pada prinsip tanggung-jawab, keterbukaan,
terencana dan partisipasi perlu dicermati untuk meyakinkan bahwa kewenangan untuk
mengelola sumberdaya Indonesia sedang dijalankan sesuai dengan kebijakan publik.
Dibawah otonomi daerah, diasumsikan bahwa pemerintah kabupaten akan memperoleh
keuntungan dari program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K).
Alasan utama untuk membuat rencana strategi adalah memberikan sebuah tujuan yang
mengarahkan kegiatan dari beberapa instansi pemerintah mencapai tujuan bersama.
Rencana strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K) adalah salah
satu dokumen perencanaan yang diamanatkan UU No. 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar pemerintah melakukan
perspektif jangka panjang (sampai 20 tahun kedepan) pada hasil yang akan dicapai
1
dengan cara mengidentifikasikan nilai pokok dan aspirasi masyarakat di masa depan; ketersediaan aset (peluang) dan munculnya tantangan yang dihadapi (ancaman); dan kapasitas pemerintah dalam menangani hal-hal tersebut dan mempertemukan harapan masyarakat untuk pembangunan (kekuatan dan kelemahan).
1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari Pedoman ini adalah
1. Memberikan arahan bagi pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil dalam menghadapi isu baik saat ini maupun yang akan datang;
2. Mendorong dan memberikan panduan kepada Pemerintah Daerah dalam menyusun
dokumen Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K).
Sasaran Pedoman ini adalah untuk (1) Terlaksananya pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berdasarkan amanat UU No. 27 tahun 2007 (2) meningkatnya pemahaman pemerintah daerah dalam menyusun RSWP-3-K (3) Tersedianya panduan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun dokumen perencanaan RSWP-3-K.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi proses penyusunan Dokumen RSWP-3-K, Kedudukan dokumen dalam dokumen perencanaan, Isu-isu yang ada dalam penyusunan dokumen.
2
1.4. Posisi RSWP-3-K dengan Rencana Pembangunan Lain.
RSWP-3-K diharapkan dapat menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka panjang setiap Pemerintah Daerah.
Berikut Gambar kedudukan RSWP-3-K dalam mekanisme perencanaan pembangunan dan penganggaran keuangan daerah.
Gambar 1. Posisi RSWP-3-K dengan Rencana Pembangunan Lain.
Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa RSWP-3-K menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
(sebagaimana diamanatkan UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) dan harus diperhatikan/diacu dalam menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
3
1.5. Peristilahan.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sector untuk kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indicator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional.
Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
Kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk Kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional.
4
Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5
BAB II
PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS
Sesuai dengan amanat UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimana Pemerintah Daerah wajib menyusun semua dokumen rencana salah satunya adalah Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K) yang memiliki jangka waktu selama 20 tahun dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
2.1. TAHAPAN PENYUSUNAN RSWP-3-K
Proses penyusunan RSWP-3-K secara garis besar diperlihatkan dalam Gambar dibawah ini. Tiap tahapan dari proses ini akan dijelaskan lebih lanjut.
Gambar 2. Tahapan Penyusunan RSWP-3-K
6
2.1.1. SOSIALISASI
Langkah awal dari penyusunan RSWP-3-K ini adalah sosialisasi. Sosialisasi dilaksanakan kepada instansi terkait didaerah untuk menyamakan persepsi tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di dalam penyusunan dokumen tersebut. Di dalam sosialisasi hal yang perlu disampaikan adalah urgensi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu, proses tahapan penyusunan dokumen Renstra, penyampaian orientasi, penjaringan isu dan dan kelembagaan kelompok kerja (pokja) penyusun dokumen RSWP-3-K.
2.1.2. Pembentukan Kelompok Kerja
Pembentukan kelompok kerja dilaksanakan sebelum pertemuan dan pembahasan dokumen RSWP-3-K yang dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/Walikota). Pokja terdiri Kepala Bappeda sebagai ketua dan kepala dinas yang membidangi kelautan dan perikanan sebagai sekretaris, dengan anggota terdiri dari SKPD/instansi terkait sesuai dengan kewenangan dominan dan karakteristik daerah yang bersangkutan.
2.1.3. Penyusunan Dokumen RSWP-3-K Awal
Pertemuan Pokja PWP-3-K menandai dimulainya proses perencanaan strategis dan dilakukan di tahap awal penyusunan RSWP-3-K.
Pokja dalam pertemuan tersebut harus menyusun:
a. Daftar prioritas masalah yang menjadi isu pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil yang perlu diperhitungkan dalam strategi Program Pembangunan
Daerah. Daftar ini harus didasarkan pada tinjauan terhadap isu-isu pengelolaan
yang aktual dan potensial di masa datang.
7
b. Rincian semua kebijakan dan kegiatan pengelolaan pesisir yang menjadi
tanggung jawab masing-masing instansi terkait.
c. Daftar instansi, kelompok dan perorangan terkait yang diketahui mempunyai
kepentingan dalam pemanfaatan sumber daya P3K di daerah bersangkutan.
d. Data dan Informasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Ketua dan Sekretaris dalam Pokja bertindak sebagai koordinator dalam penyusunan konsep RSWP-3-K. Ketua dan Sekretaris harus didukung oleh Anggota dalam mengumpulkan informasi, mengatur pertemuan dan penyiapan konsep RSWP-3-K Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota.
Dalam pertemuan ini, setiap anggota Pokja yang mewakili instansinya harus mempresentasikan materi-materi kebijakan instansi mereka di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Konsultan/Pakar atau akademisi mempresentasikan hasil-hasil kajian ilmiah di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah serta kerangka RSWP-3-K. Organisasi non-pemerintah menguraikan berbagai aspirasi yang berkembang dari masyarakat atau organisasi non-pemerintah lainnya. Sedangkan wakil kalangan dunia usaha menyampaikan kecenderungan permintaan pasar (demand) terhadap sumber daya KP3K dan peluang investasi.
Dalam pertemuan ini diharapkan menjaring isu yang ada, serta visi yang akan ingin dicapai dan misi. Visi merupakan ungkapan, keinginan, harapan atau pandangan masa depan bersama yang ingin dicapai oleh para pihak terkait sedangkan Misi adalah upaya-upaya untuk mewujudkan visi tersebut dinyatakan dalam misi.
Metoda yang dapat dipakai dalam menggali visi dan misi adalah penggalian visi dan misi secara partisipatif.
Visi :Visi merupakan ungkapan, keinginan, harapan atau pandangan masa depan bersama yang ingin dicapai oleh para pihak terkait.
Misi:Upaya-upaya untuk mewujudkan visi tersebut dinyatakan dalam misi.
8
Tim Pokja dapat melakukan FGD (Focus Group Disscussion) untuk menjaring masukan, isu serta aspirasi dari perangkat SKPD, Pers, Camat/Lurah, Pihak akademis dan LSM
Materi-materi yang disampaikan dalam pertemuan ini akan menjadi dokumen penting bagi lembaga perencanaan daerah yang bertanggungjawab dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
2.1.4. Konsultasi Publik
Hasil yang didapat dari pertemuan penyusunan dokumen RSWP-3-K awal seperti visi, misi, rumusan isu, dan data informasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wajib dilakukan konsultasi publik untuk mendapatkan dan menjaring masukan, tanggapan, saran dan perbaikan dari intansi terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan/atau Organisasi Masyarakat (Ormas) terhadap visi, misi, dan rumusan isu.
Tujuan dari dilaksanakan konsultasi publik adalah :
1. Mekanisme peran serta yang memadukan berbagai aspirasi dari berbagai sektor;
2. Berbagai kelompok sosial ekonomi masyarakat secara aktif mengemukakan
pendapat serta ambil bagian dan memberikan kontribusinya dalam sebuah proses
pengambilan keputusan;
3. Masyarakat dapat ikut mengawasi dan mengevaluasi hasil yang didapat dari
pertemuan para pokja dan tim fasilitator.
Tujuan dan konsultasi publik ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan masukan dari masyarakat, tentang:
(a) Visi atau pandangan mereka tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
pesisir di tingkat Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota; dan
(b) Misi merupakan upaya yang akan dilakukan untuk mencapai visi.
(c) Perhatian mereka tentang isu-isu, degradasi, marginalisasi, serta konflik
pemanfaatan dan konflik kewenangan yang terjadi saat ini atau akan datang.
9
(d) Strategi terhadap isu-isu yang akan dilaksanakan dalam pelaksanaan pengelolaan
wilayah pesisir.
Pada Konsultasi publik ini diharapkan :
1. Memberikan gambaran kepada peserta mengenai tujuan dan sasaran, strategi dan arah
kebijakan, penetapan indikator dan target, dan penetapan program dan kegiatan.
2. Agar dokumen yang dihasilkan memenuhi rasa keadilan (filosofis), Memenuhi aspirasi dan
sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat (sosiologis), Menjunjung tinggi supremasi
dan kepastian hukum (yuridis).
3. Diperoleh legitimasi publik sehingga lebih terjamin implementasinya.
4. Terhindar dari penyusunan dokumen perencanaan yang tidak dapat diimplementasikan di
lapangan;
5. Mencegah terjadinya disharmonisasi antar lembaga (sektoral), antar kompetensi
(dilapangan) dsb;
6. Dimulainya proses penyusunan dokumen perencanaan yang bersifat bottom-up.
Peserta yang diharapkan dapat hadir dalam konsultasi publik :
1. Pemerintah pusat dan daerah (secara lintas sektoral);
2. Pemerintah daerah dimana semakin penting peran daerah dalam era otonomi daerah;
3. DPRD;
4. Masyarakat Adat/Lokal;
5. Akademisi/pakar/kelompok profesi/pemerhati dari berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan
pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil;
6. Organisasi Non Pemerintah
7. Pengusaha/industri Kalangan Pers;
8. Pihak-pihak lain yang kelak teridentifikasi sebagai pihak yang harus dilibatkan dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Hasil dari konsultasi publik ini diharapkan dapat digunakan dalam menyusun dokumen antara RSWP-3-K.
10
2.1.5. Penyusunan Dokumen Antara
Setelah pertemuan awal dan konsultasi publik, Pokja membuat risalah pertemuan awal termasuk materi presentasi anggota Pokja dan risalah konsultasi publik dimana terdapat masukan dari masyarakat.
Ringkasan ini disusun dalam lima bagian, yaitu:
a. Visi dan Misi yang akan dicapai.
b. Kondisi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta kecenderungan
pemanfaatannya, dan
c. Rumusan isu pengelolaan dan prioritas kegiatan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.
d. Strategi terhadap isu-isu dalam pengelolaan wilayah pesisir
e. Daftar pemangku kepentingan (stakeholders) di tingkat Daerah,
Informasi di atas akan digunakan untuk merencanakan serangkaian pertemuan dan
konsultasi publik lanjutan, Pokja memutuskan berapa kali pertemuan dan konsultasi
publik berikutnya yang diperlukan sampai informasi publik dianggap cukup, metode apa
yang diterapkan (pertemuan, rapat, lokakarya, surat, internet, pengumuman melalui
surat kabar/radio/televisi dan sebagainya) dengan memperhatikan sarana dan
kemampuan instansi penanggungjawab serta keterbatasan sumber daya, tenaga,
pendanaan, dan waktu.
Setelah tersusun dan mendapat gambaran terhadap lima bagian tersebut diatas kemudian tim Pokja yang dibantu tim fasilitator membahas :
1. Tujuan dan sasaran.
Tujuan adalah pernyataan kebutuhan, keinginan atau suatu keadaan masa depan yang akan dicapai.
Dalam menetapkan tujuan agar diperhatikan beberapa hal berikut :
a) Sesuai dengan (suitable) dengan misi.
11
b) Layak atau dicapai (feasible atau achieveable), artinya benar-benar dapat
dicapai sesuai dengan sumber daya yang tersedia.
c) Lentur (flexible) artinya adapat dimodifikasi (disesuaikan) dengan keadaan
perubahan lingkungan.
d) Memotivasi (motivating) artinya memiliki daya tarik tidak terlalu sulit atau terlalu
mudah.
e) Mudah dimengerti (understandable) pihak-pihak terkait.
f) Dapat diukur (measurable)
Sasaran merupakan suatu pernyataan yang lebih spesifik untuk mencapai misi/tujuan. Sasaran ini merupakan pernyataan yang mewakili pendirian dari instansi pengambil keputusan terhadap suatu isu/permasalahan.
Dalam penyusunan sasaran hendaknya kita memperhatikan beberapa criteria sebagai berikut :
1. Merupakan hasil yang dapat dicapai.
2. Menantang, tetapi logis atau realistis, memungkinkan dapat dicapai sesuai
dengan kemapuan dan sumberdaya yang tersedia.
3. Memberikan konstribusi yang tinggi terhadap tujuan.
4. Terkait misi dan visi.
5. Sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab.
Sasaran yang hendak dicapai diharapkan SMART yaitu :
• Specific, terfokus kepada atribut atau karakteristik yang diinginkan atau suatu
sasaran
• Measurable, terukur
• Atenable atau achieveable, dapat dicapai, memungkinkan tercapai
• Relevant, terkait dengan tujuan dan kewenagan atau tanggung jawab
• Time related, batasan waktu
12
6. Strategi dan arah kebijakan
Strategi adalah cara untuk mencapai keinginan, harapan atau pandangan masa depan bersama yang ingin dicapai para pihak terkait sebagaimana tertuang dalam Visi dan Misi.
7. Penetapan indikator dan target.
Indikator adalah keterangan, gejala, pertanda yang dapat digunakan untuk mengetahui kemajuan tercapainya tujuan atau keberhasilan dalam penyelesaian suatu tugas.
Keberhasilan mencapai suatu sasaran atau target kinerja dipengaruhi berbagai faktor. Indikator keberhasilan pelaksanaan suatu tugas dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori yakni :
1. indikator input (masukan) adalah bahan masukan yang sesuai kualifikasinya
dengan kebutuhan.
2. indikator process (proses) kemampuan membuat atau mengolah sesuai
prosedur.
3. indikator output (keluaran) adalah keluaran yang sesuai dengan standar, tanpa
cacat, dan jumlah sesuai dengan yang ditetapkan.
4. indikator outcome (hasil), adalah hasil nyata yang dirasakan dari keluaran.
5. indikator benefit (manfaat), adalah manfaat dari keluaran.
6. indikator impact (dampak), adalah pengaruh dari pendapatan meningkat.
7. Penyusunan program dan penetapan kegiatan.
2.1.6. Konsultasi Publik
Konsultasi publik ini dilaksanakan untuk menjaring masukan, tanggapan dan saran terhadap dokumen antara RSWP-3-K yang berisi tujuan dan sasaran, strategi dan arah kebijakan, penetapan indikator dan target, dan penetapan program dan kegiatan guna penyusunan dokumen final RSWP-3-K.
Pelaksanaan konsultasi publik ini dilaksanakan sama seperti konsultasi publik sebelumnya.
13
2.1.7. Perumusan Dokumen Final.
Berdasarkan pertemuan Pokja dan konsultasi publik dengan pemangku kepentingan
utama, Pokja yang didukung oleh tim fasilitator menyiapkan Konsep final RSWP-3-K
Daerah. Konsep RSWP-3-K harus didistribusikan kepada semua anggota Pokja untuk
dipelajari selama kurang lebih 2 (dua) minggu sebelum diselenggarakan pertemuan
khusus Pokja. Dalam pertemuan ini segala bentuk perubahan/revisi harus didiskusikan
untuk mencapai kata sepakat tentang konsep RSWP-3-K yang akan dilanjutkan pada
proses selanjutnya.
Salinan konsep RSWP-3-K Kabupaten/Kota dikirim oleh Pemda Kabupaten/Kota ke Pemda Provinsi untuk di review dan diharmonisasikan dengan RSWP-3-K lintas kabupaten/kota dan internal provinsi. Semua tanggapan yang diperoleh akan dikumpulkan dan risalahnya disajikan pada pertemuan Pokja berikutnya. Beberapa tanggapan barangkali menghendaki revisi konsep RSWP-3-K tersebut sebelum pertemuan Pokja berikutnya.
Konsep RSWP-3-K provinsi, dan kabupaten/kota dikirimkan ke Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk mendapatkan tanggapan tentang kebijakan kelautan dan perikanan tingkat nasional atau perwakilan regional di wilayah daerah tersebut.
Setelah konsultasi tingkat Pusat, RSWP-3-K Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dan
telah dilakukan revisi seperlunya, Pokja akan mengkoordinir penyiapan konsep akhir.
Konsep akhir ini akan mengakomodir segala tanggapan yang diberikan melalui
konsultasi publik yang terakhir dan kemudian dicetak. Konsep yang telah direvisi secara
resmi dipresentasikan dalam rapat Pokja. Setelah presentasi, semua peserta diminta
membuat tanggapan atau saran akhir yang berkaitan dengan RSWP-3-K. Tanggapan
dan saran yang relevan masih dapat digunakan untuk membuat perubahan sebelum
konsep RSWP-3-K difinalkan.
2.1.8. Penetapan/Pengesahan Dokumen RSWP-3-K
14
Dalam dua minggu setelah pertemuan Pokja, Ketua Pokja harus melaporkan proses dan hasil yang telah dilaksanakan dalam penyusunan dokumen RSWP-3-K kepada Kepala Daerah yang selanjutnya meminta saran/tanggapan Kepala Daerah terhadap dokumen dimaksud.
Setelah menerima hasil laporan dari Ketua Pokja terhadap dokumen final RSWP-3-K, Bupati/walikota menyampaikan dokumen final RSWP-3-K kabupaten/kota kepada gubernur dan Menteri, untuk mendapatkan tanggapan dan/atau saran. Untuk Dokumen RSWP-3-K Propinsi, Gubernur menyampaikan dokumen final RSWP-3-K propinsi kepada Menteri dan bupati/walikota di wilayah provinsi yang bersangkutan, untuk mendapatkan tanggapan dan/atau saran.
Menteri, gubernur atau bupati/walikota memberikan tanggapan dan/atau saran terhadap dokumen final RSWP-3-K tersebut dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung mulai sejak diterimanya dokumen RSWP-3-K secara lengkap. Dokumen RSWP-3-K dapat diberlakukan secara definitif apabila dalam jangka waktu tersebut tanggapan dan/atau saran tidak dapat dipenuhi/diperoleh. Tanggapan atau saran perbaikan yang diperoleh dari Menteri, gubernur dan bupati/walikota akan dipergunakan sebagai bahan penyempurnaan dokumen final RSWP-3-K.
Dokumen final RSWP-3-K yang telah mengakomodir tanggapan dan/atau saran tersebut diajukan kembali kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan dengan Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/ Walikota sesuai kewenangannya.
Berikut alur permohonan tanggapan/saran hingga penetapan dokumen RSWP-3-K dengan peraturan Kepala Daerah :
15
Gambar 3. Alur penetapan dokumen RSWP-3-K
2.2. PENYEBARLUASAN DAN PELAKSANAAN.
Setelah dikeluarkannya Peraturan Kepala Daerah tentang RSWP-3-K, dokumen tersebut dicetak dan disebarluaskan secara resmi. Penyebarluasannya dapat dilaksanakan melalui tiga cara, yaitu:
a. Kepala Daerah dan/atau instansi yang berwenang menyampaikan dokumen
RSWP-3-K secara resmi kepada publik, dalam suatu acara khusus, jumpa pers atau pertemuan lainnya.
b. Ketua Pokja melakukan suatu jumpa pers atau pertemuan khusus yang
menjelaskan tujuan utama dari RSWP-3-K dan merinci beberapa salinan yang
dibuat.
16
c. Menyampaikan salinan RSWP-3-K ini melalui pos kepada pihak yang terkait.
Salinan tersebut harus dikirim kepada semua instansi terkait di Daerah Propinsi atau Kabupaten/Kota yang terlibat selama masa penyiapan konsep ini.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah harus menyiapkan salinan RSWP-3-K Daerah yang cukup sebagai persediaan untuk dibagikan kepada pihak yang memerlukannya (LSM, investor, lembaga pendidikan). Karena RSWP-3-K ini mengikat kepada semua instansi di daerah, maka RSWP-3-K ini harus dipakai sebagai dasar untuk pengambilan keputusan dan penyusunan anggaran proyek. Pokja akan menindaklanjuti pelaksanaan dalam hal ini.
2.3. PEMANTAUAN DAN TINJAUAN
Ketua Pokja menyampaikan laporan tentang kemampuan pelaksanaan RSWP-3-K ini yang harus menguraikan antara lain :
a. Kemajuan umum dalam mencapai Visi dan Tujuan Daerah;
b. Hasil pemantauan dari setiap kebijakan dalam RSWP-3-K tersebut; dan
c. Segala masalah khusus dan pelaksanaannya untuk mengatasi masalah tersebut.
Secara tahunan Ketua Pokja harus menyampaikan laporan yang disajikan pada
pertemuan tidak lebih dari 2 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran (misalnya bulan
Februari setiap tahun). Salinan laporan tahunan tersebut didistribusikan kepada instansi
terkait.
RSWP-3-K Daerah perlu ditinjau kembali lima tahun sekali secara teratur dan direvisi mengikuti perkembangan zaman dan dinamika pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil.
Tinjauan lima tahun merupakan bagian dari proses perencanaan pembangunan lima
tahun, yang perlu dilakukan untuk mensinkronkan RSWP-3-K Daerah dengan rencana
pembangunan lainnya. Tinjauan ini akan memberikan kesempatan untuk mengkaji
17
kembali dan memperbaharui Tujuan dan Strategi Kebijakan Daerah dan melibatkan komunikasi dengan semua unsur terkait. Tinjauan lima tahun dilaksanakan dibawah arahan Ketua Pokja.
Tinjauan periodik dapat diperlukan saat muncul masalah atau proyek baru atau saat
diperolehnya pengalaman baru selama pelaksanaan RSWP-3-K tersebut dan bentuk
tinjauan tersebut memfokuskan diri utamanya pada keberadaan kebijakan khusus dan
diprakarsai oleh Ketua Pokja. RSWP-3-K Daerah dapat direvisi dan revisi RSWP-3-K
harus mengikuti proses yang sama sebagaimana pembuatan suatu RSWP-3-K.
Sebagaimana umumnya suatu revisi, alasan untuk perubahan/tambahan harus
didokumentasikan dan dikonsultasikan dengan semua pihak yang berkepentingan.
18
BAB III
MUATAN RSWP-3-K
3.1. Muatan RSWP-3-K
RS diharapkan sebagai dokumen acuan yang ringkas (kurang dari 50 halaman)
sehingga informasi tambahan, atau contoh dari jurisdiksi lain diharapkan hanya diacu dalam teks dan didaftarkan pada referensi dokumen atau pada daftar pustaka.
Adapun muatan RSWP-3-K sedikitnya memuat :
I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Maksud dan Tujuan
3. Ruang Lingkup
II. Gambaran Umum
1. Deskripsi Umum
2. Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3. Pola Penggunaan Lahan dan Perairan
4. Kondisi Sosial - Budaya - Ekonomi
5. Permasalahan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
III. Kerangka Strategi Pembangunan
1. Visi dan Misi
2. Isu Pengelolaan
3. Tujuan dan Sasaran
4. Strategi dan Arah Kebijakan
5. Target dan Indikator
IV. Kaidah Pelaksanaan dan Pemantauan
V. Daftar Pustaka
VI. Lampiran
19
3.1.1. PENDAHULUAN
Pada bagian ini diuraikan latar belakang, maksud dan tujuan, serta ruang lingkup disusunnya RSWP-3-K, mengapa sangat diperlukan dan siapa yang akan menggunakannya. RSWP-3-K menerangkan secara singkat dan fokus ke wilayah pesisir kabupaten/kota atau provinsinya dan mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) daerah setempat, serta menyimpulkan informasi latar belakang secukupnya sebagai pengantar subtansi RSWP-3-K. Ruang lingkup didalam pendahuluan menguraikan isi dokumen yang disusun.
3.1.2. GAMBARAN UMUM
Gambaran umum kondisi daerah, berisi deskripsi umum, sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, pola penggunan lahan dan perairan, serta kondisi sosial-budaya dan ekonomi. Gambaran umum menguraikan hasil kaji ulang (review) tentang pentingnya sumber daya alam, lingkungan dan keadaan sosial-ekonomi pada wilayah pesisir yang menjadi kawasan perencanaan.
3.1.2.1. Deskripsi Umum
Deskripsi umum ini akan memberikan suatu pengenalan dalam koordinat geografis dan batas-batas kawasan perencanaan, iklim, geomorfologi, kondisi biologi/ekologinya dan pola hubungan sosial dan kegiatan ekonomi dengan wilayah pesisir kabupaten/kota atau provinsi tetangga dan luar kawasan. Bagian ini juga menyajikan suatu kaji ulang tentang terbentuknya budaya seperti kelompok etnik utama, nilai agama, organisasi sosial dan tradisi dan sejarah unik yang telah membentuk keadaan sosial-budaya masyarakat pesisir sekarang dan interaksi ekonomi diantara masyarakat dengan pihak luar.
3.1.2.2. Sumber daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil ini menjelaskan tentang keadaan sumber daya alam dan jasa lingkungan yang dikelompokkan dalam empat kategori:
a. Sumber daya hayati : vegetasi pantai, mangrove, padang lamun, terumbu
karang, biota darat dan perairan; dan lain-lain.
20
b. Sumber daya non hayati : mineral, migas, dan pasir laut.
c. Sumber daya buatan : prasarana perikanan, prasarana perhubungan,
bangunan pantai, pemecah gelombang (break water), tambat labuh (jetty), tembok laut (sea wall), dan tambak.
d. Jasa-Jasa Lingkungan: obyek wisata bahari, media pelayaran, energi
gelombang laut, tempat penyerapan karbon (carbon sink), dan lain-lain.
Hal ini sangat penting untuk menunjukkan kuantitas dan kualitas sumber daya yang ada beserta peluang pembangunan masa depan. Informasi ini disajikan menggunakan istilah non-teknis dan tanpa data rinci statistik.
3.1.2.3. Pola Penggunaan Lahan dan Perairan
Pola penggunaan lahan dan perairan berdasarkan potensi sumber daya di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil. Beberapa sektor utama yang berperan dalam
pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, diantaranya: Sektor
kehutanan dan Sektor pertanian; Sektor perikanan dan kelautan; Sektor
pertambangan; Sektor pariwisata, dan Sektor pembangunan daerah/perkotaan.
Selain itu diperlukan ruang terbuka hijau untuk mitigasi bencana (antara lain:
tsunami, gempa bumi, badai, dan lain-lain).
Permasalahan penting yang mengancam kelestarian sumber daya di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil pada saat ini akan membatasi peluang pembangunan di masa
depan. Sebaiknya diungkapkan juga pola pemanfaatan sumber daya yang
bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), atau rencana zonasi
pesisir (RZWP-3-K) yang sedang dikembangkan di Provinsi dan Kabupaten/Kota,
yang mungkin dapat memicu konflik bagi sesama pengguna sumber daya.
3.1.2.4. Kondisi Sosial - Budaya - Ekonomi
Kondisi sosial-budaya-ekonomi menggambarkan keadaan demografi dan kecenderungan penduduk yang ada pada kawasan perencanaan dalam memanfaatkan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil:
21
a. Distribusi populasi, jenis kelamin dan struktur umur, angka harapan hidup,
angka kelahiran, jumlah pekerja dan pendapatan dll;
b. Karakter sosial budaya : seperti pendidikan, kepercayaan
budaya/pantangan, penyakit, sumber utama pencaharian atau pekerjaan dan pendapatan dll.;
c. Struktur ekonomi, pada kawasan perencanaan berdasarkan kontribusi
produk domestik pembangunan regional kotor (GDP) dari sektor utama
seperti kehutanan, perikanan, pertambangan, pertanian, pariwisata, perhubungan, dsb.
Berdasarkan kondisi sosial-budaya-ekonomi tersebut dapat diantisipasi arahan pola
demografi dan pertumbuhan ekonomi ke depan dapat diekstrapolasi/diprediksi dari
data kuantitatif yang telah dikumpulkan dari pusat data spatial provinsi yang sudah
terbentuk, BAPPEDA, Dinas Kelautan dan Perikanan, Biro Pusat Statistik,
Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, Lembaga Swadaya Masyarakat dan
instansi terkait lainnya. Skenario masa depan sebaiknya diprediksi berdasarkan
data empiris beberapa tahun sebelumnya dan diberi penjelasan singkat mengenai
proyeksinya berdasarkan pandangan lingkungan, sosial dan ekonomi.
3.1.2.5. Permasalahan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Wilayah pesisir di Indonesia memiliki berbagai potensi, mulai dari potensi
perikanan, pariwisata, transportasi, dan energi. Namun yang perlu kita sadari adalah
wilayah pesisir juga menyimpan potensi bencana, baik yang disebabkan oleh alam
maupun oleh ulah manusia. Potensi tersebut dapat berupa tsunami, gempa bumi,
abrasi, rob, banjir, pencemaran dan salah satu isu yang terjadi diseluruh dunia
adalah pemanasan global (Global Warming) yang mengakibatkan kenaikan paras
muka air laut (Sea Level Rise). Diharapkan dengan mengetahui isu-isu
permasalahan atau potensi bencana yang ada di wilayah pesisir, Pemerintah
Daerah dapat melaksanakan strategi untuk mengurangi dampak bencana yang akan
terjadi.
22
3.1.3. KERANGKA STRATEGI PEMBANGUNAN
3.1.3.1. Visi dan Misi.
Visi adalah suatu pandangan umum/wawasan yang mengungkapkan keinginan
atau harapan semua pemangku kepentingan tentang masa depan pemanfaatan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil (P3K) suatu daerah bagi kepentingan
bersama. Harapan ini harus mencerminkan tujuan pembangunan nasional
(RPJPN), yang sejalan dengan tujuan pembangunan daerah (RPJPD). Visi juga
harus mengantisipasi perubahan atau dinamika pembangunan yang terjadi baik
pada tahun sekarang maupun masa depan di tatanan (level) daerah, nasional,
maupun global.
Pernyataan visi tersebut ditulis berdasarkan konsensus semua pemangku
kepentingan dan ditulis dengan bahasa yang jelas, lugas, dan singkat.
Penyusunan visi akan lebih efektif bila dilakukan dengan cara musyawarah, curah
pendapat (brainstorming), diskusi kelompok terfokus (focus group discussion),
metaplan, rapat desa atau forum pertemuan interaktif lainnya. RSWP-3-K
diharapkan dapat mendefinisikan suatu visi masa depan berdasarkan pada nilai
umum dan aspirasi masyarakat, dan menunjukkan bagaimana visi itu dapat
dicapai.
Misi merupakan upaya untuk mencapai visi yang ditampilkan dalam bentuk
pernyataan tentang tujuan operasional dari pemda, dunia usaha dan masyarakat
yang diwujudkan dalam produk dan layanan, sehingga dapat mengikuti irama
perubahan zaman bagi pihak-pihak yang berkepentingan pada masa mendatang.
Sebagai penjabaran dari visi yang telah ditetapkan di atas, pernyataan misi
mencerminkan tentang segala sesuatu yang akan dilaksanakan untuk pencapaian
visi tersebut.
3.1.3.2. Isu Pengelolaan
23
Isu pengelolaan wilayah pesisir sangat banyak dan saling terkait, sehingga sulit
ditangani sekaligus secara serentak. Secara umum, isu pengelolaan ini dibagi
dalam enam kelompok, yaitu: (i) degradasi sumber daya P3K; (ii) marjinalisasi dan
kemiskinan masyarakat pesisir; (iii) konflik pemanfaatan dan/atau konflik
kewenangan; (iv) bencana alam dan/atau bencana akibat tindakan manusia; (v) kekosongan dan ketidakpastian hukum; dan (vi) isue lain yang terkait.
Secara umum pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bertujuan untuk
mengatasi isu-isu tersebut, terutama kombinasi isu (i) degradasi sumber daya P3K
(ii) marginalisasi masyarakat pesisir dan (iii) konflik pemanfaatan/kewenangan. Isu-
isu yang lain bermuara terhadap degradasi sumber daya P3K menjadi penting
sesuai dengan bobot dan besarannya. Secara umum isu pengelolaan ini terjadi
akibat hubungan antara manusia yang memanfaatkan sumber daya P3K baik
langsung maupun tidak langsung, tanpa menerapkan kaidah-kaidah kelestarian
lingkungan. Sedangkan isu bencana alam akibat fenomena alami seperti gempa
tektonik, tsunami, pemanasan global (global warming), bobot dan besarannya
relatif lebih kecil sekitar 20 persen.
Degradasi sumber daya P3K disebabkan banyak faktor dan saling terkait. Faktor
ekonomi seperti motif untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, atau
akibat kemiskinan sehingga mengeksploitasi secara berlebihan. Faktor sosial
budaya, dimana masyarakat membuat rumah membelakangi pantai dan
membuang sampahnya ke saluran air yang langsung ke laut melalui belakang
rumah. Penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan seperti bom ikan, dan
sering teknologi yang dipilih mempercepat laju exploitasi berlebihan. Secara
biofisik, banyak pembangunan prasarana fisik seperti kota pantai, gedung,
pelabuhan di wilayah pesisir mengubah bentang alam dan menimbulkan
kerusakan pantai. Banyak wilayah pesisir dihuni penduduk yang bermigrasi dari
wilayah lain tanpa memproses kepemilikan tanah dan bangunan pemukimannya,
sehingga property rights mereka tidak jelas serta kelembagaan sosial masyarakat
ini belum berkembang. Ketika pembangunan ekonomi berkembang, mereka sering
24
tersingkir atau tidak memiliki hak akses (access rights) terhadap sumber daya ikan secara baik.
Masing-masing faktor ekonomi, sosial-budaya, bio-geofisik, dan kelembagaan tidak berdiri sendiri, ada yang dominan dan ada yang menjadi faktor penyebab. Tetapi saling terkait dan berkontribusi terhadap degradasi sumber daya P3K seperti yang terlihat pada Gambar dibawah ini.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEGRADASI SUMBER DAYA PESISIR
EKONOMI
DEGRADASI
SOSIAL BUDAYA SUMBERDAYA
PESISIR
KELEMBAGAAN
PROPERTIY RIGHTS,
PERUNDANGAN , KEBIJAKAN, AKSI
3.1.3.2.1. Tehnik Analisis Isu Pengelolaan.
BIOFISIK
TEKNOLOGI
Untuk mengumpulkan issue dan menganalisisnya, ada beberapa tehnik analisis
issue yang dapat digunakan, antara lain: Analisis Pohon Masalah (problem tree
analysis), Focus Group Discussion (FGD), Analisis SWOT dan lain-lain, yang
secara umum diperoleh pada saat mengikuti pendidikan penjenjangan PNS
(ADUM, ADUMLA, SPAMA). Tehnik untuk menentukan skala prioritas yang akan
ditangani bisa menggunakan meta plan. Dalam tehnik meta plan, para
25
pemangku kepentingan menyuarakan aspirasinya isu-isu apa yang paling penting untuk ditangani dalam dimensi ruang dan waktu yang terbatas. Mereka masing-masing menuliskannya lalu menyusun keterkaitan antara issue yang satu dengan yang lain. Kemudian mereka dibantu tenaga ahli untuk merumuskan langkah-langkah strategis memilih isu yang menjadi prioritas dan mengatasi isu tersebut dalam jangka panjang.
3.1.3.2.2. Langkah-Langkah Penyaringan Isu.
Langkah-langkah yang digunakan dalam penjaringan isu dengan metode Focus
Group Discussion (FGD) dilanjutkan dengan analisis SWOT adalah sebagai
berikut :
a. Jaring seluruh isu, tuliskan pernyataan isu dengan kata yang singkat.
b. Setiap peserta tidak diperkenankan mempengaruhi peserta lainnya.
c. Dari keseluruhan pernyataan isu yang disampaikan, perlu disepakati berapa
isu yang prioritas untuk ditangani dengan pertimbangan yang valid.
d. Dalam suatu wilayah pesisir, mungkin isunya banyak mulai dari degradasi,
keterisolasian, global warming, rendahnya tingkat pendidikan, sampai
ketiadaan lembaga keuangan. Namun tidak semua isu ini dapat ditangani
Bappeda, Dinas Kelautan dan Perikanan dalam kurun waktu tertentu.
e. Oleh sebab itu ditentukan isu prioritas yang mungkin dapat ditangani secara
partisipatif dari instansi daerah dan lembaga non-pemerintah dengan
keterbatasan sumber dana dan tenaga.
f. Dari isu prioritas tersebut diatas, ditentukan apakah termasuk isu ekternal
atau internal. Pada isu eksternal, tentukan peluang dan ancaman, sedangkan
pada isu internal tentukan kekuatan dan kelemahan, semuanya dilakukan
secara partisipatif.
g. Lakukan pembobotan oleh masing-masing pemangku kepentingan utama,
terhadap isu eksternal dan internal, dimana jumlah bobot dari setiap
26
pemangku kepentingan utama adalah seratus. Selanjutnya jumlahkan bobot
yang diberikan oleh pemangku kepentingan utama dan buat nilai rata-rata.
h. Masing-masing pemangku kepentingan utama menentukan rating dengan
memberi nilai skala 1 s/d 4.
3.1.3.3. Tujuan dan Sasaran.
Tujuan merupakan pernyataan umum yang menerangkan mengenai kondisi atau
keluaran (outcome) yang diinginkan Pemda dalam mengatasi isu tertentu. Karakter
kunci dari pernyataan tujuan adalah: (1) Biasanya bermaksud umum; (2) tidak ada
kerangka waktu yang tentu untuk pencapaian; (3) diterapkan pada seluruh
kawasan perencanaan; dan (4) biasanya tidak kuantitatif. Setiap isu mungkin mempunyai beberapa tujuan yang menempatkan berbagai aspek dari isu. Tujuan dikelompokkan pada aspek:
a. Tujuan ekologis
b. Tujuan ekonomis
c. Tujuan sosial budaya, dan
d. Tujuan kelembagaan
Sasaran menerangkan mengenai kondisi yang diharapkan, tetapi lebih spesifik daripada pernyataan tujuan. Suatu sasaran memiliki: (1) garis besar dari hasil akhir yang akan mengkontribusikan pencapaian suatu tujuan; (2) terukur; (3) memiliki suatu kerangka waktu tertentu untuk pencapaian; dan (4) diterapkan keseluruh kawasan perencanaan atau bagian tertentu dari kawasan perencanaannya. Setiap tujuan kemungkinan didukung oleh beberapa sasaran.
3.1.3.4. Strategi dan Arah Kebijakan
Strategi dapat menjelaskan bagaimana aktivitas akan dilakukan untuk mencapai
suatu sasaran, menyatakan setiap kondisi yang dapat diterapkan untuk masa
depan, atau untuk proses-proses pengelolaan, dan diterapkan pada seluruh
27
kawasan perencanaan atau pada lokasi spesifik. Biasanya, strategi akan berkaitan
dengan peningkatan kapabilitas sumber daya manusia, kebijakan, sistem (proses/
prosedur), teknologi (infrastruktur/ perangkat keras), informasi dan pembiayaan.
Arah kebijakan itu akan dirumuskan lebih lanjut oleh para eksekutif dari
Pemerintah Daerah setempat dalam bentuk penentuan strategi, prioritas kegiatan
yang berkaitan dengan pendanaan sesuai mekanisme yang berlaku dan dinamika
masyarakat yang berkembang. Kebijakan pembangunan daerah juga mengandung
arti sebagai operasionalisasi dari visi dan misi daerah untuk jangka waktu tertentu.
Oleh karena itu arah dan kebijakan pembangunan yang kemudian dijabarkan lebih
lanjut dalam RSWP-3-K harus seoptimal mungkin memperhatikan, hal-hal berikut:
a. Isu pembangunan daerah yang mendesak dan harus segera diatasi;
b. Aspirasi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai bentuk
kebutuhan riil, yang semua itu dapat dijaring melalui mekanisme perencanaan
pembangunan daerah seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrembang) kabupaten/kota, penjaringan aspirasi masyarat oleh DPRD, dan
dialog antara masyarakat dengan Bupati/Walikota;
c. Prediksi perkembangan penyelenggaraan otonomi daerah dengan
memperhatikan kewenangan serta tugas pokok dan fungsi masing-masing
dinas/instansi di daerah;
d. Kemampuan daerah khususnya pendanaan pembangunan, sumber daya alam
yang ada, sumber daya manusia yang dimiliki, fasilitas untuk bekerja dan
kelembagaan yang ada.
3.1.3.5. Target dan Indikator
Target untuk indikator memberikan suatu dasar untuk membedakan
kinerja “baik” dan “buruk”. Sebagai titik awal, keadaan sekarang dari suatu
indikator tertentu digunakan sebagai dasar perbandingan perubahan ke depan.
Patokan kinerja dalam indikator yang serupa pada jurisdiksi yang berbeda adalah
sangat berguna untuk menghitung target pencapaian untuk suatu perubahan.
Target tidak selalu berkaitan dengan perubahan, tetapi mungkin berhubungan
28
dengan pemeliharaan status kini, atau “status quo” . Indikator pengukuran kinerja
dimaksudkan sebagai sarana penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan
kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang telah disepakati bersama.
Pengukuran kinerja mencakup penetapan indikator kinerja dan penetapan capaian
indikator kinerja.
Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator
kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data/informasi untuk
menentukan kinerja kegiatan. Penetapan indikator kinerja tersebut dengan
mempertimbangkan masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes),
manfaat (benefits), dan dampak lanjutan (impacts). Inputs dan outputs dapat dinilai sebelum kegiatan yang dilakukan selesai. Sedangkan indikator dampak (outcomes), manfaat (benefits), dan dampak lanjutan (impacts) akan diperoleh setelah kegiatan selesai; namun perlu diantisipasi sejak tahap perencanaan.
Indikator kinerja dapat dinyatakan dalam bentuk unit yang dihasilkan, waktu yang diperlukan, nilai yang dihasilkan, dana yang diperlukan, produktivitas, ketaatan, tingkat kesalahan, frekuensi, dan sebagainya.
Penetapan indikator kinerja didasarkan pada perkiraan yang realistis dengan
memperhatikan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Indikator kinerja hendaknya
(1) spesifik dan jelas; (2) dapat diukur secara obyektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif; (3) dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukan pencapaian keluaran, hasil, manfaat, dan dampak; (4) harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan; dan (5) efektif, yaitu dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis datanya secara efisien dan ekonomis.
3.1.4. KAIDAH PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN
Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang harus dilalui untuk melaksanakan
RSWP-3-K secara efektif dan memantau kemajuan kerja berdasarkan target dan
29
indikator kinerja. Program pemantauan dapat dilakukan melalui kontrak konsultan, atau suatu posisi yang ditunjuk oleh Bappeda atau instansi lainnya. Setelah RSWP-3-K disahkan, maka perlu dilaksanakan lokakarya pelatihan secara periodik terhadap isinya begitu juga dengan seminar-seminar pemantauan kinerja untuk instansi-instansi kunci dan para pemangku kepentingan.
Sesuai dengan UU No. 27 tahun 2007, dokumen RSWP-3-K berjangka waktu 20 tahun
dan dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali. Evaluasi terhadap
dokumen RSWP-3-K dilakukan oleh Bappeda dan Dinas yang membidangi kelautan
dan perikanan.
30