PERSAHABATAN YANG TULUS
“Jangan sekali-kali engkau bersahabat kecuali salah satu dari dua macam ini. Pertama, orang yang dapat engkau ajak bersahabat dalam urusan duniamu dengan jujur. Dan, Kedua, orang yang karena bersahabat dengannya engkau memperoleh kemanfaatan untuk urusan akhiratmu.”
Islam sangat menjunjung tinggi persahabatan. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tidaklah engkau beriman sehingga engkau mencintai sesama saudaramu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri.”
Wujud refleksi cinta bukan hanya dalam sikapnya untuk selalu membela sesama saudaranya, tetapi tampak pula dari tutur katanya yang lemah lembut, caranya bicara yang sangat waspada. Dia takut apabila ada orang lain tersakiti hatinya karena lidahnya, walau dalam bercanda atau bersenda gurau sekalipun.
Lihatlah tanda-tanda persaudaraan tersebut; ketika kita memberi sesuatu maka dia akan menerimanya dengan rasa haru. Ketika kita dalam kesulitan, dialah orang pertama yang menawarkan diri untuk meringankan beban. Ketika dalam kegelapan, dialah manusia yang paling merasa bersalah karena merasa tidak memberikan pelita.
Penderitaannya bukanlah karena dirinya lapar atau sakit merintih dalam nyeri. Penderitaan yang dia rasakan adalah ketidak berdayaannya ketika melihat saudaranya kedinginan mengerang kelaparan; menanggung beban hidup berkepanjangan. Kebahagiaan baginya adalah apabila dia bisa bagaikan cahaya yang menerangi sekitarnya.
Renungkanlah ini wahai sahabat!
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam merasa sakit yang tak tertahankan tatkala malaikat mencabut ruh Beliau yang mulia, “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Tubuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mulai dingin, kaki dan dada Beliau sudah tak bergerak. Bibir Beliau bergetar seakan hendak menyampaikan sesuatu. ‘Ali segera mendekatkan telinga ke bibir Beliau. “Uushikum bishshalati, wa ma malakat aimanukum.” (peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu).
Fatimah menutupkan tangan ke wajahnya, sementara ‘Ali kembali mendekatkan telinga ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatii.” (ummatku, ummatku, ummatku). Bisik Rasulullah.
Begitulah ketulusan cinta Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita ummatnya. Di antara sakaratul maut beliau, kita diingatnya. Betapa ikhlasnya perjuangan dan pengorbanan Beliau terhadap kita yang hanya mengharapkan dapat memberikan kebaikan yang terbaik bagi kita. Sebagai umatnya, sudahkah kita bisa dengan tulus dan ikhlas dalam mengasihi sesama sahabat dan saudara-saudara kita sebagaimana yang dicontohkan Beliau?
Sumber : Facebook : http://www.facebook.com/group.php?gid=243078718515
0 komentar